Minggu, 09 Januari 2011

BAKTERI

A. Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Classis : Alphaproteobacteria
Ordo : Rhodospirillales
Family : Acetobacteraceae
Genus : Acetobacter
Species : Acetobacter xylinum

B. Ciri Morfologi
Acetobacter xylinum merupakan bakteri berbentuk batang pendek, yang mempunyai panjang 2 mikron dengan permukaan dinding yang berlendir. Bakteri ini bisa membentuk rantai pendek dengan satuan 6-8 sel. Bersifat nonmotil dan dengan pewarnaan gram menunjukkan gram negative. Bakteri ini tidak membentuk endospora maupun pigmen. Pada kultur sel yang masih muda, individu sel berada sendiri-sendiri dan transparan. Koloni yang sudah tua membentuk lapisan menyerupai gelatin yang kokoh menutupi sel koloninya. Pertumbuhan koloni pada medium cair setelah 48 jam inokulasi akan membentuk lapisan pelikel dan dapat dengan mudah diambil dengan jarum oase.
C. Ciri Fisiologi
Acetobacter xylinum dapat membentuk asam dari glukosa, etil alcohol, dan propel alcohol, tidak membentuk indol dan mempunyai kemampuan mengoksidasi asam asetat menjadi CO2 dan H2O. Sifat yang paling menonjol dari bakteri ini adalah memiliki kemampuan untuk mempolimerisasi glukosa sehingga menjadi selulosa. Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai nata. Faktor lain yang dominan mempengaruhi sifat fisiologi dalam pembentukan nata adalah ketersediaan nutrisi, derajat keasaman, temperature, dan ketersediaan oksigen.
Ketebalan jalinan selulosa sebagai hasil dari proses fermentasi meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bekatul yang ditambahkan pada medium fermentasi. Hal ini mengindikasikan bahwa ketersediaan nutrien yang cukup pada medium tumbuh menyebabkan bakteri mampu melakukan metabolisme dan reproduksi yang cukup tinggi, sehingga produk metabolismenya pun semakin banyak. Monomer-monomer selulosa hasil sekresi Acetobacter xylinum terus berikatan satu dengan yang lainnya membentuk lapisan-lapisan yang terus menerus menebal seiring dengan berlangsungnya metabolisme Acetobacter xylinum. Semakin banyak hasil sekresi Acetobacter xylinum, maka semakin tebal pula selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi.
Berat sellulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan meningkatnya jumlah nutrien yang ditambahkan pada medium tumbuh. Semakin banyak nutrien yang tersedia, maka semakin banyak pula jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan sebagai produk metabolit sekunder. Jalinan-jalinan selulosa tersebut terus berikatan membentuk ikatan yang kokoh dan kompak. Berat selulosa yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh tebal tipisnya selulosa, juga dipengaruhi oleh kekompakan ikatan. Semakin kompak ikatannya akan semakin bertambah beratnya.
Kadar serat selulosa hasil fermentasi menunjukkan semakin besar konsentrasi bekatul pada medium, semakin besar pula kadar serat yang dihasilkan. Hal ini mengindikasikan semakin besar pula kemampuan Acetobacter xylinum menghasilkan metabolit sekunder, yang berupa jalinan serabut selulosa yang termasuk serat kasar.
Banyaknya kandungan nutrien pada medium ini berpengaruh terhadap kadar serat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena selama proses fermentasi, nutrien terus menerus dipakai oleh Acetobacter xylinum untuk membentuk produk metabolisme. Nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri selama proses kehidupannya adalah makanan yang mengandung unsur C, H, O dan N (yang berguna untuk menyusun protoplasma). Nutrien yang berperan utama dalam proses fermentasi oleh Acetobacter xylinum adalah karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk perbanyakan sel. Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh aktivitas Acetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase, kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium. Selama metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum terjadi, proses glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa 6-posfat yang kemudian diakhiri dengan terbentuknya asam piruvat. Glukosa 6-P yang terbentuk pada proses glikolisis inilah yang digunakan oleh Acetobacter xylinum untuk menghasilkan selulosa.
Selain metabolit sekunder, Acetobacter xylinum juga menghasilkan metabolit primer berupa asam asetat, air dan energi yang digunakan kembali dalam siklus metabolismenya. Asam asetat dimanfaatkan oleh Acetobacter xylinum sebagai substrat agar tercipta kondisi yang optimum untuk pertumbuhannya dan untuk membentuk CO2 dan H2O. Menurut Mandel (2004) “bakteri Acetobacter xylinum bersifat “overoxidizer” yaitu dapat mengubah asam asetat dalam medium fermentasi menjadi CO2 dan H2O, apabila gula dalam medium fermentasi telah habis dimetabolisir.” Banyaknya mikroba yang tumbuh pada suatu media sangat dipengaruhi oleh nutrisi yang terkandung di medium.
Acetobacter xylinum yang difermentasi di dalam medium dengan suasana asam (pH 4) dan kadar gula yang tinggi akan membentuk nata. Terjadinya peningkatan kadar selulosa diindikasikan sebagai akibat penambahan bekatul yang meningkatkan kadar glukosa pada medium. Menurut Mandel (2004), “bakteri Acetobacter xylinum yang ditumbuhkan pada medium yang mengandung gula akan menggunakan sebagian glukosa untuk aktivitas metabolisme dan 19% gula menjadi selulosa.”
Selama fermentasi terjadi penurun pH dari 4 menjadi 3. Derajat keasaman medium yang tinggi ini merupakan syarat tumbuh bagi Acetobacter xylinum. Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada kisaran pH 3-6. Pada medium yang asam sampai kondisi tertentu akan menyebabkan reproduksi dan metabolisme sel menjadi lebih baik, sehingga metabolitnya pun banyak. Penurunan pH medium ini salah satunya disebabkan karena terurainya gula menjadi etanol oleh Acetobacter xylinum yang kemudian berubah menjadi asam asetat.

D. Fase Pertumbuhan
Bakteri Acetobacter xylinum mengalami beberapa fase pertumbuhan sel yaitu: fase adaptasi, fase pertumbuhan awal, fase pertumbuhan eksponensial, fase pertumbuhan lambat, fase pertumbuhan tetap, fase menuju kematian, dan fase kematian.
Apabila bakteri dipindah ke media baru maka bakteri tidak langsung tumbuh melainkan beradaptasi terlebih dahulu. Pada fase ini terjadi aktivitas metabolisme dan pembesaran sel, meskipun belum mengalami pertumbuhan. Fase pertumbuhan adaptasi dicapai pada 0-24 jam sejak inokulasi. Fase pertumbuhan awal dimulai dengan pembelahan sel dengan kecepatan rendah. Fase ini berlangsung beberapa jam saja. Fase eksponensial dicapai antara 1-5 hari. Pada fase ini bakteri mengeluarkan enzim ektraseluler polimerase sebanyak-banyaknya untuk menyusun polimer glukosa menjadi selulosa (matrik nata). Fase ini sangat menentukan kecepatan suatu strain Acetobacter Xylinum dalam membentuk nata.
Fase pertumbuhan lambat terjadi karena nutrisi telah berkurang, terdapat metabolic yang bersifat racun yang menghambat pertumbuhan bakteri dan umur sel sudah tua. Pada fsae ini pertumbuhan tidak stabil, tetapi jumlah sel yang tumbuh masih lebih banyak dibanding jumlah sel mati.
Fase pertumbuhan tetap terjadi keseimbangan antara sel yang tumbuh dan yang mati. Matrik nata lebih banyak diproduksi pada fase ini. Fase menuju kematian terjadi akibat nutrisi dalam media sudah hamper habis. Setelah nutrisi habis, maka bakteri akan mengalami fase kematian. Pada fase kematian sel dengan cepat mengalami kematian. Bakteri hasil dari fase ini tidak baik untuk strain nata.

E. Ekologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi Acetobacter xylinum mengalami pertumbuhan adalah nutrisi, sumber karbon, sumber nitrogen, serta tingkat keasaman media temperatur, dan udara (oksigen). Senyawa karbon yang dibutuhkan dalam fermentasi nata berasal dari monosakarida dan disakarida. Sumber dari karbon ini yang paling banyak digunakan adalah gula. Sumber nitrogen bisa berasal dari bahan organic seperti ZA dan urea. Meskipun bakteri Acetobacter xylinum dapat tumbuh pada pH 3,5 – 7,5 namun akan tumbuh optimal bila pH nya 4,3. Sedangkan suhu ideal bagi pertumbuhan bakteri Acetobacter xylinum pada suhu 28 – 310 C. Bakteri ini sangat memerlukan oksigen, sehingga dalam fermentasi tidak perlu ditutup rapat namun hanya ditutup untuk mencegah kotoran masuk kedalam media yang dapat mengakibatkan kontaminasi.
Sel-sel Acetobacter xylinum mengambil glukosa dari larutan gula, kemudian digabungkan dengan asam lemak membentuk prekursor pada membran sel, kemudian keluar bersama-sama enzim yang mempolimerisasikan glukosa menjadi selulosa diluar sel. Prekursor dari polisakarida tersebut adalah GDP-glukosa. Pembentukan prekursor ini distimulir oleh adanya katalisator seperti Ca2+, Mg+. Prekursor ini kemudian mengalami polimerisasi dan berikatan dengan aseptor membentuk selulosa. Bakteri Acetobacter xylinum akan dapat membentuk nata jika ditumbuhkan dalam air kelapa yang sudah diperkaya dengan Karbon (C) dan Nitrogen (N), melalui proses yang terkontrol. Dalam kondisi demikian, bakteri tersebut akan menghasilkan enzim ekstraseluler yang dapat menyusun zat gula menjadi ribuan rantai serat atau selulosa. Apabila rasio antara karbon dan nitrogen diatur secara optimal, dan prosesnya terkontrol dengan baik, maka semua cairan akan berubah menjadi nata tanpa meninggalkan residu sedikitpun.
Untuk mendukung pertumbuhan aktivitas bakteri dapat berasal dari nitrogen organic, seperti misalnya protein dan ekstrak yeast, maupun Nitrogen anorganic seperti misalnya ammonium fosfat, urea, dan ammonium slfat. Namun, sumber nitrogen anorganik sangat murah dan fungsinya tidak kalah jika dibandingkan dengan sumber nitrogen organic. Bahkan diantara sumber nitrogen anorganik ada yang mempunyai sifat lebih yaitu ammonium sulfat. Kelebihan yang dimaksud adalah murah, mudah larut, dan selektif bagi mikroorganisme lain.
Asam asetat atau asam cuka digunakan untuk menurunkan pH atau meningkatkan keasaman air kelapa. Asam asetat yang baik adalah asam asetat glacial (99,8%). Asam asetat dengan konsentrasi rendah dapat digunakan, namun untuk mencapai tingkat keasaman yang diinginkan yaitu pH 4,5 – 5,5 dibutuhkan dalam jumlah banyak. Selain asan asetat, asam-asam organic dan anorganik lain bisa digunakan.
Acetobacter xylinum tidak memiliki sukrosa sintase namun setidaknya ada 4 enzim yang terlibat dalam jalur dari sukrosa menjadi UDP-glukosa. Acetobacter xylinum memiliki berbagai jalur pembentukan UDP-glukosa. Sebagai contoh level aktivitas UDP-glukosa pirofosforilase dalam Acetobacter xylinum ATCC 23768 berbeda dengan ATCC 23769 walaupun produksi selulosanya mirip.

F. Manfaat
 Bakteri pembentuk nata pertama-tama diduga Leuconostoc sp., akan tetapi kemudian dipastikan bahwa bakteri pembentuk nata adalah Acetobacter xylinum. Nata de coco merupakan jenis komponen minuman yang terdiri dari senyawa selulosa (dietry fiber), yang dihasilkan dari air kelapa melalui proses fermentasi, yang melibatkan jasad renik (mikrobia), yang selanjutnya dikenal sebagai bibit nata. Pada prinsipnya untuk menghasilkan nata de coco yang bermutu baik, maka perlu disediakan media yang dapat mendukung aktivitas Acetobacter xylinum untuk memproduksi selulosa ekstraseluler atau yang kemudian di sebut nata de coco. Berbagai penelitian ilmiah mencoba menggantikan air buah kelapa dengan bahan lain seperti whey tahu, sari buah nenas, sari buah pisang dll. Kegiatan ilmiah ini menghasilkan produk yang akrab disebut nata de soya, nata de pina dll. Kita tidak akan punya cukup waktu untuk membicarakan berbagai produk tersebut apalagi untuk membandingkan satu dengan yang lain. Ternyata selain air buah kelapa, skim santan juga dapat dipergunakan sebagai bahan baku utama pembuatan nata de coco. Acetobacter xylinum dapat membentuk selulosa pada nata de coco karena ada kandungan karbohidrat pada nata. Maka Acetobacter xylinum juga dapat membentuk selulosa pada bekatul karena terdapat banyak karbohidrat pada bekatul.
Pada bekatul terdapat nutrisi-nutrisi yang dapat membuat Acetobacter xylinum tumbuh dan membentuk selulosa. Acetobacter xylinum menghasilkan selulosa sebagai produk metabolit sekunder, sedangkan produk metabolit primernya adalah asam asetat. Semakin banyak kadar nutrisi, semakin besar kemampuan menumbuhkan bakteri tersebut maka semakin banyak Acetobacter xylinum dan semakin banyak selulosa yang terbentuk. Selulosa yang dihasilkan Acetobacter xylinum dapat diatur ketebalannya sehingga dapat digunakan untuk pembuatan kertas. Karbohidrat pada medium dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak (Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim selulosa sintetase, kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan selulosa pada permukaan medium. Pengaturan ketebalan selulosa dilakukan dengan menambahkan bekatul pada medium fermentasi. Semakin banyak nutrien yang tersedia, yaitu kadar glukosa pada medium, maka semakin banyak dan tebal pula jalinan-jalinan selulosa yang dihasilkan.


Berdasarkan hasil penelitian ahli biologi molekuler dari Akademi Sahlgrenska di Universitas Gothenburk, Swedia, Helen Fink, selulosa dari bakteri Acetobacter xylinum ini dapat dimanfaatkan sebagai pembuluh darah. Sebab bakteri selulosa ini sangat mirip dengan struktur kolagen. Komponen pada arteri dan vena yang dapat memberikan kekuatan pembuluh darah. Selain itu, bakteri selulosa itu sangat potensial digunakan sebagai biomaterial, seperti jaringan tulang, obat luka bakar, serta bahan alternatif pengganti kulit. Dalam laporan penelitian Fink, hasil uji coba sifat mekanik bakteri selulosa itu seperti kekuatan tarik mirip dengan arteri kaotid pada babi. Selain itu, kerapatan materinya dapat dimodifikasi sedemikian rupa sesuai dengan tujuan penelitian. Bakteri ini memiliki kadar air hingga 99% dan terdiri dari jaringan fibril serta suatu material yang memiliki sifat mekanik kuat. Bila material tersebut direkayasa sedemikian rupa sebagai pembuluh darah buatan, dapat memiliki kekuatan mekanik yang penting untuk mencegah terjadinya kerusakan pembuluh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar